Betapa beraninya seorang Ali ibn Abi Thalib. Saat itu usianya 22 tahun. Menggantikan Sang Nabi untuk tidur di kamarnya, sehingga Rasulullah bisa lolos dari rencana pembunuhan para kafir Quraisy. Ia pertaruhkan harta paling berharga yang dimiliki umat manusia, satu-satunya nyawa. Padahal dia masih begitu belia.
Lebih belia lagi seorang Usamah ibn Zaid ibn Haritsah. Menangis karena ditolak Sang Nabi saat menuju Perang Uhud. Karena usianya baru 10 tahun. 10 tahun, Kawan. Bukan sekedar perang-perangan, melainkan medan perang yang sesungguhnya. Taruhannya, menang hingga tegaklah Islam atau mati syahid dan disambut bidadari surga. Kemudian memaksa Sang Nabi lagi untuk diijinkan jihad fii sabilillah saat Perang Khandaq, usianya 15 tahun. Betapa belianya usia Usamah ibn Zaid. Semangat, kontribusi dan pengorbanannya jauh dari anak-anak seumuran ia di masa sekarang. Jauh. Teramat jauh.
Maka jadilah Usamah sebagai Panglima Perang termuda dalam sejarah Islam saat perang melawan Romawi. Usianya belum gen
ap 20 tahun. Dicintai Rasulullah, dicintai seluruh kaum Muslimin.
ap 20 tahun. Dicintai Rasulullah, dicintai seluruh kaum Muslimin.
Adalagi seorang pemimpin. Sebaik-baik pemimpin yang diikuti oleh sebaik-baik pasukan. Ialah Mehmed II, Muhammad Al-Fatih. Sang Penakluk. Memenuhi bisyarah yang disampaikan Rasulullah saat perang Khandaq seribu tahun sebelumnya, yaitu menjadikan Konstantinopel sebagai bagian dari negeri Muslim. Dalam Kekuasaan Utsmaniyah. Usianya 21 tahun saat itu.
Dialah sebaik-baik pemimpin. Pedang malam yang tak pernah tertinggal tahajud dan fajarnya sejak baligh.
Dialah sebaik-baik pemimpin, satu-satunya yang pernah menyeberangkan kapal laut ke atas gunung.
Usianya dua puluh satu tahun.
Mereka semua bukan dongeng, bukan pula mitos. Bukan tokoh fiktif dalam komik yang dikarang-karang.
Mereka adalah para tauladan yang nyata, untuk yang muda-muda. Tidakkah kalian malu dengan umur-umur mereka?
-----oOo-----
Di satu ceruk dunia yang lain. Di bagian bumi timur, sering disebut sebagai negeri atlantis. Terik mentari tropis di pertengahan ramadhan begitu menikmatkan rasa berbuka puasa. Bagi jiwa-jiwa yang senantiasa mengharap ridha-Nya.
Di satu sudut kota negeri itu, kota lumbung padi. Dibuka kelas pertama -entah sudah gelombang keberapa- sebuah rumah Qur'an dengan ta'aruf yang begitu berapi-api. Namun tetap syahdu. Sang ustadz bertanya tentang motivasi kami belajar membaca Al Qur'an.
Jamak terdengar dari jawaban para ikhwan-ikhwat fillah tentang sebuah pengembangan dan perbaikan diri secara Qur'ani. Jawaban yang sangat luar biasa, begitu positif dan serempak.
Kecuali aku, di pojok belakang menekuri coretan tangan dengan jawaban singkat, padat dan berat: "Malu sama umur, Ustadz!"
Kecuali aku, di pojok belakang menekuri coretan tangan dengan jawaban singkat, padat dan berat: "Malu sama umur, Ustadz!"
Ma'had Bina Ukhuwah
Saat purnama bercahaya sempurna
Ramadhan malam kelima belas
0 comments