Sering kudengar orang-orang di atas sana menyuarakan lantang, dengan baliho-baliho yang terpajang diam di pinggir jalan: "Magetan Ngumandhang". Begitu sedari dulu. Setiap hari, berbulan-bulan hingga bertahun-tahun.
Maka biarlah mereka bekerja dengan cara mereka. Tetapi aku dan semua sahabat baruku di sini, tidak hanya akan me-ngumandhang-kannya saja. Kami bekerja dan memberikan sesuatu yang berbeda.
Satu persembahan teruntuk bumi pertiwi.
Sebuah Kelas Inspirasi Magetan #2.
Sebuah Kelas Inspirasi Magetan #2.
-------oOo-------
Coba ambil sebuah teropong bintang yang biasa orang pakai untuk menatap jauh ke langit atas. Memetakan gemugus bebintangan di sebaran galaksi yang maha luas. Kemudian dengan kedua lensanya, putarkan pandangan secara vertikal sejauh seratus tiga puluh lima derajat menuju arah bawah. Arahkan bidikan matamu ke titik kecil di kaki Gunung Lawu bagian timur.
Lalu, zoom in!
Lamat-lamat kan kau lihat beberapa anak muda sedang mendapati dirinya dalam kesibukan yang tidak sewajarnya. Dibandingkan anak muda lain (pada umunya) kerjakan. Mereka, ada yang sedang gamang dengan skripsi dan tugas akhirnya. Malah ada yang masih berjuang dalam hitungan tahun untuk disemati gelar sarjana, alias masih mahasiswa semester kecil. Ada baru saja lulus, pontang-panting ke sana kemari mencari kejelasan makna hidup. Yang sudah agak lama lulus dan bekerja kondisinya pun sama saja, pekerjaan masih tanggung sedang di otaknya ada mimpi yang segunung Agung. Yang terakhir salah satunya adalah saya. Mereka semua, termasuk saya, terjebak dalam satu masa yang jauh dari perbendaharaan kehidupan kami. Masa diantara Januari hingga Maret untuk sebuah tema (dan mimpi) besar: Pendidikan Sekolah Dasar.
Berjuang menembus tembok kekeh dan kokoh sebuah Dinas Pendidikan untuk selembar surat rekomendasi. Dilanjutkan dengan meneruskannya ke semua UPTD di kabupaten Magetan. Berjalan menyusuri lekak-lekuk jalan berbatu di seluruh 18 kecamatan se kabupaten Magetan untuk mencari sebuah sekolah dasar. Dan menjalin interaksi dengan semua elemen di sekolah dasar itu: para guru dan siswa.
Lalu di ruang berbeda, mereka mengajak orang-orang yang sudah sukses dalam karir dan kehidupan profesionalnya untuk (tiba-tiba) menjadi peduli pada pendidikan. Sosialisasi beberapa instansi yang (mungkin) agak dipaksakan. Broadcast media sosial dan pameran foto yang tak putus-putus dengan segala ke-riweh-annya. Dan semua tenaga yang terkuras sepanjang tiga bulan untuk mengajak orang-orang keren dan sukses, dari Sabang hingga Merauke, untuk menjadi peduli, menjadi relawan yang tak sepeser pun dibayar.
Untuk datang ke satu titik kecil di kaki Gunung Lawu bagian timur itu. Dan menjadi guru sehari di sana. Di 18 sekolah dasar, di 18 kecamatan seluruh Magetan. Mengajak menyatu dan ikut berinteraksi dengan para guru dan siswa.
Untuk datang ke satu titik kecil di kaki Gunung Lawu bagian timur itu. Dan menjadi guru sehari di sana. Di 18 sekolah dasar, di 18 kecamatan seluruh Magetan. Mengajak menyatu dan ikut berinteraksi dengan para guru dan siswa.
Adalah mereka, tujuh puluhan anak muda serba tanggung. Sembilan puluh persen lebih masih jomblo. Selalu memenuhi chat group WA dengan ratusan pesan hanya dalam hitungan jam. Dan itu tak hanya satu group saja, minimal 3 group. Ada ratusan ide-ide cemerlang. Ratusan pemikiran gila. Ratusan keceriaan. Ratusan curhat. Ratusan kebahagian. Dan tentunya juga ratusan kekecewaan sebagai sebuah kompensasi yang tidak bisa dipungkiri.
Tujuh puluhan nama yang baru saja kenal. Jarang (dan bahkan tak pernah) bertemu karena jarak dan waktu. Semuanya bekerja sesuai porsi prasmanan yang mereka ambil dan ingin rasakan. Menuju Hari Inspirasi, Kelas Inspirasi Magetan #2, 30 Maret 2015..
Tujuh puluhan nama yang baru saja kenal. Jarang (dan bahkan tak pernah) bertemu karena jarak dan waktu. Semuanya bekerja sesuai porsi prasmanan yang mereka ambil dan ingin rasakan. Menuju Hari Inspirasi, Kelas Inspirasi Magetan #2, 30 Maret 2015..
-------oOo-------
0 comments