Rasa-rasanya aku sudah terbiasa untuk tidak dengan seperangkat
elektronik ini. Lagipula seiring bertambahnya umur dan kapasitas
hubungan sosial, menonton televisi sudah menjadi tidak menyenangkan,
juga mendidik dalam persepsiku kini.
Akhirnya dia hanya menjadi pilihan terakhir saat tubuh sudah tidak mau
diajak tidur lebih lama lagi. Atau kaki sudah bosan diajak berjalan
mondar-mandir dari koridor kosan hingga lantai tiga tempat jemuran. Atau
juga tangan sudah lelah menopang lebih lama punggung buku dan menjaga
tiap halamannya.
Aku pun duduk di kursi hikau di ujung koridor lantai dua kontrakan.
Meraih remote televisi. Sedikit mengusap-usapnya. Ah, tak ada bedanya
dengan remote televisi di rumah. Kemudian menyalakan televisi di
depanku, yang juga sama dengan yang ada di rumah. Dan seperti halnya
ketika di rumah. Aku tak pernah bisa menghafal no chanel setiap stasiun
televisi, pun juga di sini. Jadi yang selalu kulakukan adalah menekan
tombol Ch Up dan Ch Down terus menerus, mengurutkan setiap stasiun
televisi. Mencari yang sekiranya menarik.
Sekiranya menarik? Pertanyaan yang sulit terjawab di sebidang cembung 14
inch itu. FTV, sinetron, berita, gosip, tips dan seterusnya dan
seterusnya. Ah, kenapa tak satu pun menarik perhatianku lebih lama ya?
Justru orang-orang di bawah sana, tepat di pinggir jalan di depan
kontrakan yang selalu menarik kedua mataku untuk memandangnya lebih
lama. Yah, jejeran penjual makanan, warung, toko serta para pembelinya.
Simpel dan sederhana.
Beda halnya dengan televisi di depanku. Perbincangan ini dan itu,
mendebat itu dan sana. Yang kebanyakan -menurut pendapatku- terlalu
berlebihan. Maaf jika aku salah. Terkadang juga banyak berita yang
justru memberikan pesimisme berlebihan pada masyarakat kebanyakan.
"Jangan cuma yang buruk-buruk saja" Kata Pak Jokowi di suatu acara
bincang-bincang beberapa waktu yang lalu. "Tapi juga yang baik-baik juga
harus ditampilkan".
Oh, iya. Soal mencet-mencet tombel Ch Up dan Ch Down itu, pasti aku akan
berhenti di satu stasiun televisi yang tidak ada iklan komersilnya. Tak
perlu aku sebutkan. Yang pasti ketika pulang kerja saya berharap ada
cuplikan orang-orang yang pandai memainkan papan skateboard, atau pandai
mengulik setir sepeda BMX, Yah, nama acaranya X-Games. Namun ketika
yang muncul adalah berita motor cross dan mobil balap, dalam waktu di
atas 15 menit aku pasti akan terkantuk dan tertidur sesaat di atas
kursi. Hingga badan hampir terjatuh dan aku tersadar. Hahahah. Kasur di
dalam lebih nikmat seprtinya.
Akhir pekan -jika tidak masuk kerja- menanti-nanti acara Lentera
Indonesia sebelum maghrib datang. Jujur saja masih ada kerinduan dengan teman-teman yang memiliki semangat sama
di FGIM dulu. Mengajar dalam acar di televisi itu itu dilakukan para
profesional di tempat pelosok. Ada profesionalitas, semangat,
pengorbanan, kehangatan juga keindahan berbagi yang saya ingin ambil dan
duplikasi dari situ.
Ah, ada mengingatkanku pada mimpi menjadi guru SD itu. Ckckckc
Awal pekan hari Senin waktu pagi. Segelas susu coklat dengan sebungkur
roti tawar. 10 menit sebelum beranjak meninggalkan kontrakan berangkat
kerja. Kusempatkan menyalakan televisi. Mencari-cari kembali berita bola
pagi itu. Stasiun mana nih yang nyiarin berita bola kemarin malam?
Chelsea menang atau kalan nih? Hahahaha
Chelsea? Aku suka chelsea ya? Sejak kapan aku maniak dengan bola> Paling juga sukanya biasa-biasa saja. Ah, teman sekosanku dulu pasti yang menularinya.
Chelsea? Aku suka chelsea ya? Sejak kapan aku maniak dengan bola> Paling juga sukanya biasa-biasa saja. Ah, teman sekosanku dulu pasti yang menularinya.
0 comments