Karawang, 24 Desember 2013
Pada
rindu yang tertuang lewat ujung jemari tangan yang ngilu di tanah
perantauan, saat kuketik baris-baris kata yang sering terlintas dalam
benakku. Aku rindu bagaimana menggengam erat jemarimu. Di balik kaus
tanganmu yang basah. Di balik tanganmu yang gemetar kedinginan.
Maaf
jika aku sedikit memaksamu. Memaksamu berjalan pada jalan yang teramat
terjal berbatu di malam yang sunyi. Jauh dari bilik kamarmu yang hangat
dan nyaman. Teringat saat kau keletihan, wajahmu sedikit lebam membiru
seraya bibirmu bersimpul lemas ingin menyerah kepayahan.
Jangan kapok ya dik, nanti kita naik lagi ke Lawu. Agar bisa lebih lama menggandengmu.
Pada
manja yang kau tagih saat aku pulang. Bagaimana dirimu tak tega
membiarkan aku bersepeda sendirian. Entah karena kau peduli padaku. Atau
memang kau hanya ingin lebih berlama denganku. Kau pun meminjam sepeda
anak-anak kecil itu sehingga kita menyusuri jalanan ke sawah milik kita,
berdua. Terlintas di senyum sederhanamu, kebahagiaan yang jauh berbeda
saat kita sering bertikai dulu.
Maaf
jika aku selalu memaksamu. Memaksamu mengenakan jilbab di mahkota
indahmu, saat kau juga memaksa ikut bersepeda denganku. Maaf kembali
membuat kakimu yang kecil itu terseok-seok mengayuh jalan yang menanjak
agar kita bisa berjalan-jalan menikmati pagi ke tengah kota kecil kita.
Semoga canda yang kutawarkan padamu pagi di deket trotoar SMP 4 itu
sedikit melonggarkan otok kakimu yang tersedu.
Jangan sedih ya dik, kalu pulang kita bersepeda berdua lagi. Agar bisa lebih lama melihatmu makin mendewasa.
Ahh....entah
berapa lagi waktu yang dianugrahkan Tuhan untuk kita menikmati waktu
berdua. Aku pun kini juga makin mendewasa. Akan tiba satu waktu dimana
ita akan menmukan jalan hidup kita yang lain, dan dengan orang lain
pula.
Jangan kau lupakan setitik kenangan manis itu. Dengan kakakmu yang kaku ini. Jaga baik-baik Ibu dan Bapak di rumah.
Teruntuk adik. Di bilik kecil sudut rumah kita.
With lot of love
0 comments