Ini cerita tentang aku dan 7 temanku merantau ke Jakarta. Kami hanyalah segelintir anak muda dari desa-desa berladang kecil di kaki gunung. Berlatar belakang sama yaitu SMKN 1 Madiun.
Walau
begitu, tiga tahun di sekolah itu tak menyatukan bahkan mendekatkan
kami berdelapan, kecuali beberapa. Kebersamaan itu hadir di awal
November 2009 ketika saat kami menjadi bagian dari 21 siswa semester 5
menjalani psikotest di Sukun, Malang. Saat itu kami memiliki perasaan
yang rata-rata sama. Antara yakin dan tak yakin serta percaya dan tidak
percaya. Untuk mendapatkan beasiswa full kuliah strata D3 selama tiga tahun di Jakarta.
Jakarta...oh Jakarta.
Rasanya
dulu kata itu begitu tabu di dalam perbendaharaan kami. Apalagi 3 frase
di belakangnya. "beasiswa full-kuliah strata D3-selama 3 tahun". Jauh
dari bahasa pembicaraan kami. Lingkungan telah sukses mengarahkan
fikiran sebagian besar aku dan teman sejawatku yang berkeluarga
sederhana pada satu aksioma, 'lulus sekolah dan bekerja'. Tapi hari itu
kami mencoba mematahkan mimpi buruk itu. Dimulai dengan berdesak-desakan
di gerbong kereta ekonomi sebelum datangnya pagi menuju Malang (dulu tiketnya masih berstatus tanpa tempat duduk, dan penumpangnya menumpuk-numpuk).
Pertengahan
Agustus 2010 kami beranjak dari kota yang masih malas. Seperti konteks
pada masyarakat umum di sana, 'merantau di Jakarta'. Tapi dengan konten
yang jauh berbeda, 'belajar di dunia perkuliahan antah berantah'.
Namanya Politeknik Manufaktur Astra.
Hari
ini, Oktober 2013, kami masih menunggu wisuda di akhir bulan. Lima dari
kami sudah mendapatkan tempat lebih baik dari aksioma yang telah kami
usangkan. Tiga sisanya, termasuk aku masih tepekur khusyuk memandangi
Curriculum Vitae dan menyibukkan diri ke tukang foto copy menduplikasi
beberapa berkas untuk dimasukkan ke dalam amplop coklat besar.
Izinkan
aku mengabadikan tentang kalian dalam catatan kecil ini. Tanpa
mengurangi rasa hormatku, inilah aku dan 7 sahabat terbaikku dalam
perspektifku.
Selalu paling cocok untuk jadi figur cowok keren orang Jakarta. Nama
aliasnya selalu default sejak dari SMP, "Gondes" = Nggo' ndi ae Sukses
(logat Malang). Sesuai dengan obsesinya, Aremania. Dan sekarang dialah
yang paling sukses dilihat dari kondisi badan dari kami bertujuh, doa
dari namanya mungkin. Semester pertama aku sekosan dengannya. Aku patut
berterima kasih kepadanya dan saudaranya di Tanjung Priuk yang menerima
aku dengan baik selama dua minggu pada awal kedatanganku di Jakarta.
Thanks broooo.
Cowok supersibuk dan superrajin diantara kami. Selalu satu langkah di
depan. Rambut plonthos di hari pertama PPK (Ospek Kampus) yang dia
pamerkan bersama teman barunya dan IP semester 1 nya yang 'maxima cum
laude' cukup menjadi buktinya. Makanya kami menyematkan nama panggilan
"Nthus" padanya. Pria pecinta bus gedhe (BusMania) ini akan langsung
berbingar jika kau pancing dengan tema pembicaraan Scania, Jepang dan
Nikah. hahahah. Kita tunggu saja tanggal mainnya. Ingetin gus, aku masih
ada hutang 50 ribu di ente. Ntar tak bayarin deh kalo naik ke Lawu
lagi.
Namanya "Gembik" di
papan padepokan malam mingguan kami. Diantara kami dialah yang paling
sok romantis. Dan masuk dalam daftar the most cowo tergalau termasuk aku
dan Gondes ketika kami bertiga satu kosan saat semester 5. Dia juga
menjadi bagian dari 3 cowok tergila setelah aku dan Guruh. Aksi lompat
pagar di kosan cewe jam 3 pagi hingga berujung pada kejar-kejaran kami
bertiga dengan warga satu RW di Jalan Jati VII adalah pembuktian pertama
kami. Eks Ketua Himma TPHP ini sudah membuktikan keahlainnya dalam hal
menggaet wanita. Tak perlu kusebutkan. Tapi dia juga meproklamirkan
jargon baru untuk prodinya, TPHP = Teknik Pemberi Harapan Palsu.
Hahahaa.
Diantara kami berdelapan, hanya elu yang nulis semua nama kami di Pengantar Tugas Akhir elu. Really, you'e the best in pursuading people.
Diantara kami berdelapan, hanya elu yang nulis semua nama kami di Pengantar Tugas Akhir elu. Really, you'e the best in pursuading people.
Aku dan dia satu kosan sekarang. Semoga ada banyak kesempatan buat
kita duduk di roof top jemuran kosan mengobrol sok dewasa seperti
kemarin. Kalo mau jadi 'follower' gue jangan setengah-setengah tapi yaa.
Masa cuma di telinga kiri doang?
Aku...itu namaku. Si penulis cerita ini. Aku itu ..blaa...blaaa...dan blaaaaa. Titik
Sanguins. Selalu simpel dan ga banyak kriteria, kecuali satu set
laptop lengkap dengan aksesorisnya dan modem smartfren yang unlimited
based. IT Programmer kami ini menghabiskan hampir 80% dari 24 jam di
depan laptop dengan gamenya. Sisanya, turun ke bawah cari makan,
sesekali ke toilet dan tidur. Aku heran, ni bocah kuat benget melek.
Kami memanggilnya "Cutil", entah dari mana itu datangnya. Bagiku dia
adalah IT Programmer terbaik dalam mengatasi semua permasaslahan pada
netbookku. Selalu dengan jurus andalannya, "Tanyakan pada Mbah
Google!!".
Ga kerasa broo, kita sudah 6 tahun satu kelas. Memang sih kita tak
pernah sekalipun jalan bareng. Tapi aku salut sama lu dalam hal
meyakinkan orang lain, khususnya orang-orang asli Jakarta. Terlepas apa
yang orang-orang katakan tentang elu, aku masih sangat enjoy panggil lu
dengan sebutan sedari kita STM dulu, "Subie". Aku masih merasa kagum
ketika semester 2 dulu lu dapetin kosan super mewah dan keren di Sungai
Bambu dan kita satu kosan. One step to Alfamart 24 hours. Dan keluarga
Mario yang super Uyee. Ditanyain lu sama ibu kosnya. Do'a ku bual elu,
semoga lu bisa lebih cepat mengumpulkan keberanian untuk melamar doi
yang jauh di sana. Amin. Jangan lama-lama masbroo
Dua hal tentang elu Git, musik koplo dan Jose Mourinho. Gara-gara elu,
kami tidak bisa sepenuhnya menjadi Jakarta karena dicekoki dengan gaya
klasik lu. Musik dangdut koplo yang selalu up-to-date, speaker keras
namun cempreng dan goyangan tangan lu maju mundur dengan telunjuk
terangkat selalu menjadikan elu penerus budaya Jawa Timuran ke Jakarta.
Hahaa. Nama "Bung Tedy" menjelma menjadi "Kunted" saat lingkaran
padepokan terpenuhi. Dan sepertinya gaya Om Jose Mou benar-benar sudah
mendarah daging di elu. Untung saja elu satu kosan dengan Agus selama
waktu yang lama. Bisa membalance sedikit. Tapi diluar semua itu, elu lah
koordinator terbaik dalam kepengurusan dan organisasi. Lugas dan
tegas. Lanjutkan
kesejalanan lu berdua dengan Agus. Satu SMK (satu jurusan), satu
Polman, (satu prodi dan kamar kosan) dan sekarang satu tempat kerja
untuk waktu yang panjang. Long life couple.
Dari semunaya hanya dia yang sering kupanggil "Mas". Iya, "Mas Yudi".
Tanpa ente kayaknya tulisan ini ga pernah jadi karena kita ga bakal
pergi ke Jakarta. Dan tanpa ente pula mungkin reputasi anak Madiun di
Polman merosot turun karena kelakuan gila aku, Bangkit dan Guruh. Selalu
jadi referensi untuk urusan agama. Mungkin Master Guru Bruce Lee lah
yang membuat ente selalu berteriak semangat "right to fight till the
end". Haha. Ane masih punya tanggungan pulsa 10 ribu dan beberapa lembar
print'an TA ya. Semoga nanti kita bisa sepeda-an bareng keliling
Jakarta (do'akan saya punya sepeda).
Bangkit, Guruh, Agus, Fredy at Surya Kencana (2-4 November 2012) |
...
Sekarang
kita sudah berstatus Ahli Madya. A, Md. kalo disingkat. Malam mingguan
20-21 Oktober kemaren menginspirasi Bangkit untuk menamai aku, Bangkit,
Sigit dan Guruh sebagai "A, Md. Koplak". Liha saja ini.
Ada-ada saja. Namun untuk kita berdelapan, izinkan saya menamai delapan
penjejak sejarah kecil ini sebagai "A, Md. Koplo". Seperti apa yang
diungkapkan Bung Sigit, jangan lupakan sejarah, bahwa kita itu Jawa
Timuran, cuuk. Hahaaa
Rasanya
setelah tanggal 30 nanti, kita sudah benar-benar hidup di trek
masing-masing. Seperti yang kukatakan pada teman-teman dekatku di
kampung dulu.
Kawan...Kelak pasti akan ada satu waktu
Dimana kita bertemu
Bercerita jalan yang telah kita lewati dalam perantauan dan hidup
Waktu dimana secangkir kopi begitu hangat
Melekat di urat-urat yang kian menua.
Bangga mengenal kalian...
(Fredy S.)
0 comments