20 Sept 2013, Diary Note
Kita buka kelas pikiran ini dengan satu tema yang masih dianggap tabu oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Rokok namanya.
Se-tabu apa sih Si Rokok ini? Mungkin lebih tepatnya adalah kejelasan status dia dalam masyarakat yang sangat kontradiktif. Banyak yang menganggap rokok ini memberikan 'manfaat' besar kepada negara dengan pajak dan kapasitas produksinya yang menyerap banyak pekerja. Di sisi lain rokok mengakibatkan beragam penyakit mematikan jika digunakan dalam pemakaian jangka panjang. Sebut saja kanker, serangan jantung, impotensi, gangguan kehamilan dan janin. Eh, itu bukan saya yang nyebutin ya, tapi langsung dari Pabrik Pembuat Rokoknya (kalo tidak percaya lihat bungkus rokok). Kontradiktif ya. Pertanyaan sederhana untuk logika ini adalah berarti "perusahaan berarti menyebarkan penyakit mematikan tersebut dong?". Itu pertanyaan paling logis dan simpel (juga jujur). Ironisnya. Yah.....dibahas di belakang saja.
Oke, kita ga akan bahan dalam konteks agama. Karena pasti tidak menemukan jawaban tegas karena Indonesia menghargai keberadaan 5 agama-seharusnya lebih-di negara ini. Terlalu berbelit belit jika dibahas dalam jangkauan 300 juta Indonesia.
Kita lihat dari sudut pandang sejarah perusahaan rokok saja deh. Supaya kita bisa lebih kenal dengan rokok ini. Perusahaan rokoknya saja ya? Kalo sejarah rokok itu sendiri bisa browsing mandiri.
Kita mulai di Amerika, daerah asal benda tersebut. Pada tahun 60-an industri rokok di Amerika berkembang sangat pesat. Sebatang rokok bisa dibeli seharga dengan sebungkus permen kala itu. Tapi rokok memberikan kesan berbeda. Gagah, keren, macho, hingga jadilah icon "Coboy" pada rokok "Count*y" di Amerika. Publikasi oleh para artis ternama membuat perusahaan tersebut makin berkembang. Hingga akhirnya Negeri Paman Sam tersebut disebut sebagai "Negri Coboy". Siapa yang untung besar. Tentu saja tempat dimana rokok tersebut dibuat. Perusahaan rokok terbesar di dunia. Phi*ip Mo**is.
Namun kebaikan dan keburukan selamanya takkan mampu sejalan. Dan pihak mana yang merugi?
Pada tahun 90-an. Pamor "Negri Coboy" di sana mulai surut seperti matahari yang meyusut horizon sore. Ketika Amerika menjadi negara maju semaju masayarakatnya. Kesadaran bahaya rokok pun mulau nampak. Penyakit rokok mematikan mulai bermunculan sebagai akibat pemakaian jangka panjang. Hal tersebut mulai ditindak lanjut oleh pemerintah setempat dengan satu kebijakan tegas, "mengurangi bahkan menghilangkan pemakain rokok dalam masyarakat". Pajak rokok dinaikkan secara bertahap. Iklan rokok dilarang di berbagai tempat. Harga rokok pun melambung naik berlipat. Hingga akhirnya dalam kurun waktu 10 tahun berikutnya mereka sukses menurunkan tingkat pemakaian rokok secara signifikan. Saya harap saat ini masyarakat di sana merasa beruntung atas keberhasilan pemerintahnya.
Terus siapa dong yang merugi selanjutnya?
Pasti lah, perusahaan pembuatnya. tapi perusaan tersebut tak mau kalah. "Kita cari negri coboy baru". Negara miskin dan berkembang adalah pilihan terbaiknya. Yang penduduknya sangat padat dan kesadaran penduduknya masih rendah. Pun pendapatan per kapita nya masih lemah. Ahaaaa.. begitu kata mereka.
Sadarkah kita bahwa mereka hanya ingin untung besar?
Mereka jadikan negara manis ini bak ladang terbaik penghasil dollar mereka. Dengan membeli saham PT. Sa*p*erna. Jadilah "Negri Coboy" baru di tanah Asia. Tanah para negeri miskin dan berkembang yang penduduknya sangat padat. Dengan trik yang sama, publikasi oleh artis-artis papan atas. Iklan yang se-menarik dan se-elegan jiwa muda. Memang, sasaran utama mereka adalah anak muda, bukan orang tua. "Officially 18, unofficially 14". Wow.....masih tidak percaya?
Perhatikan konser-konser musik di Indonesia. Apa sponsornya?
Atau liga sepak bola yang ditonton seluruh masyarakat Indoneisa. Apa sponsor utamanya?
Atau paling tidak yuk keluar rumah. Kita jalan sebentar menyusuri jalan. Cari iklan/banner terdekat. Apakah itu?
Adakah kau temukan "Rp. 500 sebatang". Ah, nasi sebungkus pun masih terlampau mahal dibandingkan "Rp. 500 sebatang".
Yah, iklan di sini memainkan parodi penuh ironi ini dengan manis. Memaniskan rokok yang sejatinya pahit lagi membunuh. Mengaburkan tulisan kecil hitam putis pada sisi bungkus rokok dengan gemerlap warna-warni iklan 24 jam penayangan. Semua ditampilkan dengan elegan dan indah. Ingat kata Napoleon Bonaparte, "Pena Wartawan Lebih Tajam Daripada Pedang!"
Hingga kita pun menjadi bingung.
Rokok sebenarnya bahaya atau tidak sih? Kemudian para pembuatnya di kursi paling nyaman dengan suguhan kopi manis berkata "Go Ahead". Arti simpelnya "Sudah lanjutkan saja merokoknya". Dan para tiran melanjutkan suguhan minum kopinya sembari mendehem."Ahhhmmmmmmm"
Oke, sudah ketemu ironinya?
Ya ampun....baca lagi 5 paragraf sebelum yang ini deh.
Atau lihat 42 menit video di bawah ini. Setelah selesai cobalah berfikir sejenak. Jika kalian sadar berarti lakukan sesuatu. Minimal untuk diri kalian sendiri. Minimal.
Masih belum mendapatkan kesadaran juga??
Oke
Minimal saya kasih alasan buat stop deh, perhatikan kata orang jawa ini...
Pembunuh yang Manis
Kita buka kelas pikiran ini dengan satu tema yang masih dianggap tabu oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Rokok namanya.
Se-tabu apa sih Si Rokok ini? Mungkin lebih tepatnya adalah kejelasan status dia dalam masyarakat yang sangat kontradiktif. Banyak yang menganggap rokok ini memberikan 'manfaat' besar kepada negara dengan pajak dan kapasitas produksinya yang menyerap banyak pekerja. Di sisi lain rokok mengakibatkan beragam penyakit mematikan jika digunakan dalam pemakaian jangka panjang. Sebut saja kanker, serangan jantung, impotensi, gangguan kehamilan dan janin. Eh, itu bukan saya yang nyebutin ya, tapi langsung dari Pabrik Pembuat Rokoknya (kalo tidak percaya lihat bungkus rokok). Kontradiktif ya. Pertanyaan sederhana untuk logika ini adalah berarti "perusahaan berarti menyebarkan penyakit mematikan tersebut dong?". Itu pertanyaan paling logis dan simpel (juga jujur). Ironisnya. Yah.....dibahas di belakang saja.
Oke, kita ga akan bahan dalam konteks agama. Karena pasti tidak menemukan jawaban tegas karena Indonesia menghargai keberadaan 5 agama-seharusnya lebih-di negara ini. Terlalu berbelit belit jika dibahas dalam jangkauan 300 juta Indonesia.
Kita lihat dari sudut pandang sejarah perusahaan rokok saja deh. Supaya kita bisa lebih kenal dengan rokok ini. Perusahaan rokoknya saja ya? Kalo sejarah rokok itu sendiri bisa browsing mandiri.
Kita mulai di Amerika, daerah asal benda tersebut. Pada tahun 60-an industri rokok di Amerika berkembang sangat pesat. Sebatang rokok bisa dibeli seharga dengan sebungkus permen kala itu. Tapi rokok memberikan kesan berbeda. Gagah, keren, macho, hingga jadilah icon "Coboy" pada rokok "Count*y" di Amerika. Publikasi oleh para artis ternama membuat perusahaan tersebut makin berkembang. Hingga akhirnya Negeri Paman Sam tersebut disebut sebagai "Negri Coboy". Siapa yang untung besar. Tentu saja tempat dimana rokok tersebut dibuat. Perusahaan rokok terbesar di dunia. Phi*ip Mo**is.
Namun kebaikan dan keburukan selamanya takkan mampu sejalan. Dan pihak mana yang merugi?
Pada tahun 90-an. Pamor "Negri Coboy" di sana mulai surut seperti matahari yang meyusut horizon sore. Ketika Amerika menjadi negara maju semaju masayarakatnya. Kesadaran bahaya rokok pun mulau nampak. Penyakit rokok mematikan mulai bermunculan sebagai akibat pemakaian jangka panjang. Hal tersebut mulai ditindak lanjut oleh pemerintah setempat dengan satu kebijakan tegas, "mengurangi bahkan menghilangkan pemakain rokok dalam masyarakat". Pajak rokok dinaikkan secara bertahap. Iklan rokok dilarang di berbagai tempat. Harga rokok pun melambung naik berlipat. Hingga akhirnya dalam kurun waktu 10 tahun berikutnya mereka sukses menurunkan tingkat pemakaian rokok secara signifikan. Saya harap saat ini masyarakat di sana merasa beruntung atas keberhasilan pemerintahnya.
Terus siapa dong yang merugi selanjutnya?
Pasti lah, perusahaan pembuatnya. tapi perusaan tersebut tak mau kalah. "Kita cari negri coboy baru". Negara miskin dan berkembang adalah pilihan terbaiknya. Yang penduduknya sangat padat dan kesadaran penduduknya masih rendah. Pun pendapatan per kapita nya masih lemah. Ahaaaa.. begitu kata mereka.
Sadarkah kita bahwa mereka hanya ingin untung besar?
Mereka jadikan negara manis ini bak ladang terbaik penghasil dollar mereka. Dengan membeli saham PT. Sa*p*erna. Jadilah "Negri Coboy" baru di tanah Asia. Tanah para negeri miskin dan berkembang yang penduduknya sangat padat. Dengan trik yang sama, publikasi oleh artis-artis papan atas. Iklan yang se-menarik dan se-elegan jiwa muda. Memang, sasaran utama mereka adalah anak muda, bukan orang tua. "Officially 18, unofficially 14". Wow.....masih tidak percaya?
Perhatikan konser-konser musik di Indonesia. Apa sponsornya?
Atau liga sepak bola yang ditonton seluruh masyarakat Indoneisa. Apa sponsor utamanya?
Atau paling tidak yuk keluar rumah. Kita jalan sebentar menyusuri jalan. Cari iklan/banner terdekat. Apakah itu?
Adakah kau temukan "Rp. 500 sebatang". Ah, nasi sebungkus pun masih terlampau mahal dibandingkan "Rp. 500 sebatang".
Yah, iklan di sini memainkan parodi penuh ironi ini dengan manis. Memaniskan rokok yang sejatinya pahit lagi membunuh. Mengaburkan tulisan kecil hitam putis pada sisi bungkus rokok dengan gemerlap warna-warni iklan 24 jam penayangan. Semua ditampilkan dengan elegan dan indah. Ingat kata Napoleon Bonaparte, "Pena Wartawan Lebih Tajam Daripada Pedang!"
Hingga kita pun menjadi bingung.
Rokok sebenarnya bahaya atau tidak sih? Kemudian para pembuatnya di kursi paling nyaman dengan suguhan kopi manis berkata "Go Ahead". Arti simpelnya "Sudah lanjutkan saja merokoknya". Dan para tiran melanjutkan suguhan minum kopinya sembari mendehem."Ahhhmmmmmmm"
Oke, sudah ketemu ironinya?
Ya ampun....baca lagi 5 paragraf sebelum yang ini deh.
Atau lihat 42 menit video di bawah ini. Setelah selesai cobalah berfikir sejenak. Jika kalian sadar berarti lakukan sesuatu. Minimal untuk diri kalian sendiri. Minimal.
(direct link : click here )
Masih belum mendapatkan kesadaran juga??
Oke
Minimal saya kasih alasan buat stop deh, perhatikan kata orang jawa ini...
0 comments