Jum'at, 6 September 013
Hari dimana aku belajar sebuah pengorbanan. Seperti kata teman saya yang
dia ambil dari ungkapan Mario Teguh. Hidup bukanlah sebuah pilihan.
Pilihan yang diberikan Tuhan untuk kita hanya dua, yaitu kebaikan dan
keburukan. Secara fitrah manusia pun pasti memilih kebaikan. Dalam
kehidupan yang serba kompleks ini kita dihadapkan pada beberapa hal yang
harus kita jalani. Bukanlah sebuah pilihan, namun pengorbanan. Dimana
kita mengorbankan hal yang sebenarnya baik untuk sebuah hal yang lebih
baik lagi. Tergantung pada subjektivitas kita.
Hari itu, saya mengorbankan undangan interview user di perusahaan A,
karena besoknya ada undangan MCU untuk perusahaan B. Dalam dugaan saya
ketika itu, pasti lolos saat MCU. Namun, justru pengorbanan itu malah
menimbulkan cerita yang tak terduga-duga.
Sabtu keesokan paginya, kejadian tak terduga itu pun dimulai. Aku
menaiki motor dari arah Sunter Podomoro sampai pada pertigaan di depan
PT. TMMIN Head Office, sesuai kebiasaan aku berbelok kanan sedikit
melawan arah lalu lintas kemudian putar balik setelah melewati pembatas
di tengah jalan ke arah Tanjung Priuk. Dengan harapan dapat langsung
mendapatkan putaran balik berikutnya ke arah Cempaka Mas tempat MCU
dengan lebih dekat. Naasnya, di putaran balik itu, beberapa polisi
ternyata sudah berdiri manis menghadangku. Terlewat dalam pantauanku
ketika berbelok kanan tadi. Akhirnya, aku mendapatkan tilang untuk
pertama kali dalam hidupku. Setelah 6 tahun berpengalaman menunggangi
motor dengan sesekali melanggar aturan lalu lintas. Ah tak apalah kataku
datang untuk sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Utara tanggal 27
nanti. Tak apalah. Tak selamanya melanggar itu baik, dalam benakku
Jum'at, 13 September 013
Medical Check Up yang aku jalani seminggu yang lalu berlalu dengan
lancar. Menurutku tak ada masalah. Hingga akhirnya telfon dari
perusahaan B membangunkan ketenanganku di depan monitor laptop. Yah,
waktu itu hari kamis. Kabar yang aku dapatkan pun di luar dugaan. Suspek
media otitis kronis. Kemungkinan radang telinga. Harus konsultasi ke
dokter Spesialis THT dengan surat rujukan dari klinik Waras tempat MCU
sebelumnya.
Jadilah esok hari Jum'at di minggu kedua September yang panjang. Sepanjang hari di sepanjang perjalanan.
Pagi jam 8 dimulai dengan meminjam 2 buah helm di kosan temanku, karena
hari itu saya berbocengan dengan teman sekosanku untuk mengambil Hard
Cover Tugas Akhirnya di Rawamangun, di depan UNJ tepatnya. Pukul
setengah 9 sampailah kita di Klinik Waras, Cempaka Mas Jakarta Pusat.
Setelah sebelumnya melakukan tes audiometri di klinik tersebut, aku
mendapatkan surat rujukan ke dokter spesialisnya. Namanya Dr. Sri
Susiliwati, Sp. THT. Hari Jum'at dia praktek di Rumah Sakit Fatmawati,
Jakarta Selatan.
Tak perlu menunggu lama akhirnya kami berdua bertolak menuju Rawamangun,
Jakarta Timur melewati depan ITC Cempaka Mas berbelok kanan ke Jl.
Pulomas-Cawang. Pukul 9 lewat sedikit Hard Cover TA sudah di tangan.
Berhubung Dr, Sri S. yang di RS Fatmawati praktek mulai pukul 16.30,
akhirnya rencanaku untuk berpisah di Rawamangun dibatalkan. Aku pun
mengantar dia ke AI-DSO Pangeran Jayakarta tempat temanku magang untuk
meminta tanda tangan pengesahan Tugas Akhir-nya. Perlu diketahui, AI DSO
Pangjay berada di daerah Mangga Dua, Jakarta Utara. Jadilah kami berdua
menaiki motor sepanjang Jl. Pramuka sampai pada fly over Salemba
berbelok ke kanan ke Jl. Kramat Raya menuju pasar Senen. Dari pasar
Senen masih menempuh perjalanan lurus ke utara lagi di Jl. Gunung Sahari
sampai pada pertigaan ke kiri di Jl. pangeran Jayakarta, tepatnya
sebelum Mall Mangga Dua Square.
Pukul 10.30 akhirnya merasakan dinginnya hembusan angin AC di ruang CCR
AI-DSO Pangjay. Setelah seharian diterpa panas terik Jakarta. Aku tak
terlalu memperhatikan pekerjaan karyawan di situ karena tak satu pun
yang aku kenal. Hanya temanku yang sesekali bercanda. Sembari menunggu
pembimbingnya istirahat pukul 11.30. Cukup lama menunggu. Setelah
didapat coretan tangan Pak Pembimbing, kami berdua langsung meluncur ke
Masjid Astra. Target sholat Jum'at di dekat kampus. Aku pun diajak
mencoba jalan baru di pedalaman Kemayoran, Jl. Industri akan
menyambungkanku ke Landas Pacu Barat dengan lebih cepat. Kemudian
berbelok ke kiri menuju Jl. Danau Sunter Selatan. Hingga akhirnya sampai
di Masjid Astra pukul 11.45.
Fyuuuhhh......setengah hari Jum'at itu sudah menghabishkan hampir
sepertiga Jakarta. Belajar lebih dalam tentang arti pengorbanan. Yah,
tak apalah. Tak selamanya pengorbanan itu menenangkan. Perlu kepayahan
upaya.
Setengah hari nya lagi harus kutempuh sepanjang Jakarta dari ujung ke
ujung, Jakut ke Jaksel. Pukul 3.30 bertolak dari kampus menuju jalanan
di tengah kota Jakarta. Rute pilihanku adalah
Monas-HI-Sudirman-Senayan-Blok M-Fatmawati untuk menghindari truk
tronton jika aku harus menempuh daerah Cawang UKI.
Seperti dalam prediksiku, macet total selalu kutemui di jalanan itu di
jam-jam itu. Terparahnya di Senayan dan Fatmawati. Butuh kesabaran
ekstra demi menemui Dr. Sri. Pukul 5 sore sampailah di tempat tujuan.
Dengan baju batik basah kuyup berkeringat menyusuri koridor-koridor RS
Fatmawati yang berbelok-belok membingungkan.
Hingga akhirnya aku mendapat kartu antrian entah yang keberapa. Tak ada
nomornya. Sepertinya mengantri lama. Untung saja aku selalu membawa buku
bacaan. Buku Salim A. Fillah dengan judulnya Jalan Cinta Para Pejuang.
Belakangan aku sadar ternyata aku adalah pasien terakhir Dr. Sri sore
itu. Maghrib baru dipanggil masuk. Setengah jam pemeriksaan. Memberiku
beberapa 'suggestions' and 'prohibitions'. Positif radang. Aku pun
pulang dengan seamplop surat keterangan dan secarik resep. Pulanglah aku
kembali ke Tanjung Priuk. Melewati sepanjang Ibukota lagi, kini
melewati Cawang UKI. Dengan lampu motor yang mulai mati-mati.
Aku merasa menjadi sebagian karakter dalam buku yang sedang kubaca, Para
Pejuang. Hari itu aku benar benar belajar arti sebuah perjuangan. Tak
apalah. Butuh lebih dari sekedar ini untuk bisa menjadi karakter utuh
dari buku yang saya baca. Lebih dari ini
0 comments