15 February 2013, Diary Note
Terima kasih ukhti buat pinjaman bukunya
Sepotong kalimat di bukunya mengisnpirasi tulisan ini, Riak-riak Rasa ...
Fragmen Kecil Ibu Pertiwi
Berbekal tiket kereta promo 'valentrain' yang ane dapatkan dari
perjuangan semalam suntuk. Sampai-sampai jam 1 malam lari-larian antara
kosan-Indomart-ATM. Ane bertolak dari ibukota menuju ibupertiwi, Home
Sweet Home. Berjaket merah menggendong carrier besar merah dan bertas
pinggang merah sarta berslayer merah, Ane serasa menjadi 'Power Ranger
Merah' sepanjang perjalanan Kost'an sampai Stasiun Pasar Senen. Di Senen
semua pada ngliatin, mungkin udah mirip "Fedi Nuril' yang lagi syuting
film "5cm". Hahahah. Begitulah pukul 14.30 di antrian loket penukaran
tiket indomart. 35 menit sebelum kereta Majapahit diputar haluannya
menuju tanah-tanah yang ditinggalkan para perantau.
"Welcome to Kereta Express Majapahit Relasi Malang-Jakarta". Sebuah
slide tulisan yang sepanjang malam berlarian pada layar di sepandang
mataku. Ane serasa sudah merasakan ibupertiwi itu bersama mbak-mbak dari
Malang yang kebetulan sebangku dengan ane. Keramahan Jawa Timuran
begitu hangat dan kental bersama mereka. Menyatu dengan dingin AC kereta
dan hujan di sepanjang malam perjalanan. 'Riak-riak rasa pun' mulai
berasa. Semakin hangat dan kental ketika sesosok pria nyeletuk padaku.
"Mediun mu ndi le?". (Kamu berasal dari Madiun sebelah mana?)
"Loh, kok tahu?".
"Halah, ketok nggenah ko bathukmu". (Kelihatan jelas dari dahimu)
"Emang neng bathuk-ku eneng tulisan 'plat AE' to mas?". (Emang di dahi saya ada tulisan 'plat AE' ya mas?)
(plat AE : AE adalah plat nomor kendaraan Karesidenan Madiun,
meliputi Madiun, Ponorogo, Magetan, Ngawi. Pemuda-pemuda di daerah
tersebut sering menyebut dirinya sebagai 'plat AE)
"Hahahahahaha...."
Begitulah awal perkenalan kami. Sesosok pria paruh baya dengan
perawakan yang tidak terlalu tinggi dengan wajah yang familiar jawa
timur. Umur hampir 30-an lah. Logat bicaranya pun ceplas ceplos khas
orang-orang daerah Madiun. Yah itulah. Namanya Mas Rian Adi Saputra.
Asli Caruban, Kabupaten Madiun. Di Jakarta sudah 13 tahun. Yang bikin
ane kagum, 'grapyake' pada semua orang di kereta. Hampir setiap orang
dia kenali. Mulai dari Petugas Cathering sampai Polisi dari Semarang.
Akhirnya ane minta nomoh HP dia. Katanya dia bisa bantuain cari tiket
kereta atau bus Jakarta-Madiun. Lumayan lah.
"Takon wae jenengku neng sepanjang Terminal Kampung Melayu." (Tanyain nama saya di sepanjang Terminal Kampung Melayu)
Ane patut belajar dari dia untuk yang itu. Hahahaa. Tapi tidak untuk hal
yang lainnya. Katanya dia hampir 'ngantemi' preman pasar senen. Dan
yang lebih gila dia seneng banget godain wanita. Mbak-mbak yang sebangku
dengan ane pun jadi ujung-ujungnya dapat bagian bahan pembicaraannya
malam itu.
"Cah 'loss' kok" ('loss' : bukan berarti 'hilang', ane ga tau
tulisan yang bener untuk frase ini. Tapi kata ini bermakna sifat
kebebasan, nyantai dan ga perduli kata orang. Kata pengembangan
pemuda-pemuda sekitar Madiun)
Beberapa kontak di HPnya pun bikin ane ngakak. Hampir 90 persen adalah
nomor handphone wanita, dan hampir kesemuanya dikasih nama yang nyleneh.
Dari nama laki-laki khas jawa sampai nama pohon. Coba bayangkan. Nomor
wanita dikash nama contact "Mas Bambang, Jati, Mahoni, Lamtoro, ...).
Sumpah ane ngakak banget untuk yang satu ini.
Tapi untuk contact laki-laki ane kasih applause buat dia. Pas ane minta
contact dia. Kemudan ane miscall. Biar nomor ane disimpen. Ngarep banget
ya?. Biarin deh. Tapi apa yang dia minta ke ane?.
"Kene tak poto!", kata masnya. (Sini, saya foto)
"Laaaahh", balas ane.
"Buat kasih foto contact. Ben nek kowe telpon aku eling. Oh, Si
Fredy Sunter" (Jika ada kamu telfon aku jadi ingat, Oh Fredy Sunter).
(Salam kenal ya Mas Rian Adi Saputra, salam buat keluarga juga. Sampai ketemu di Jakarta. Sepurane yo, nulis tentang sampeyan)
....................................................
Riak-riak Rasa itu...
(...to be continued)
0 comments